Pentingnya Organisasi Ekstra Pelajar di Sekolah untuk Mengawal NKRI


Pelajar adalah aset penentu masa depan bangsa. Pelajar yang berkualitas spiritual, intelektual, dan mental tinggi akan mampu membawa bangsa Indonesia yang kuat, utuh, dan berjaya. Tingkat pelajar yang sudah bisa ‘berpikir’ ada pada jenjang SMA. Pelajar SMA selain dipersiapkan untuk memilki keterampilan juga dipersiapkan untuk bisa melanjutkan pendidikan pada jenjang selanjutnya sebagai ‘pemikir’. Para pemikir ini yang kelak menjadi motor pemikiran bangsa ke depan. Potensi ini yang harus diperhatikan dan diarahkan serta dibina.

Pembinaan yang dimaksud di sini dalam ranah pemikiran dan nasionalisme. Di sekolah-sekolah Jember sudah ada kegiatan ekstrakurikuler yang menanamkan nasionalisme kepada para siswa, yaitu Pramuka dan Paskibra. Melalui kegiatan ekstra kurikuler tersebut, rasa kebersamaan siswa akan lebih kuat. Di samping itu, ada pula kegiatan ekstrakurikuler lain yang banyak ditemui di sekolah-sekolah, mulai bidang seni, olahraga, dan keagamaan. Hampir setiap sekolah jenjang menengah atas di Jember sudah memiliki ekstrakuriler di bidang-bidang tersebut.

Akan tetapi, masing-masing ekstrakurikuler tersebut seakan-akan menjadi kotak penghalang yang memisahkan dan saling berseberangan. Contoh yang bisa diambil adalah antara lain ekstrakurikuler keagamaan (Islam) dan ekstrakurikuler berbasis nasionalisme (Pramuka dan Paskibra).Pada dasarnya Islam dan nasionalisme tidak bisa dibedakan apalagi dipisah secara mutlak. Namun, seiring dengan adanya infiltrasi kelompok-kelompok Islam yang mencita-citakan negara Islam untuk mengganti dasar negara Republik Indonesia: Pancasila, Islam dan nasionalisme dianggap dua kutub yang saling bertentangan.

Pengadu-dombaan antara Islam dan NKRI tidak sebatas dalam pemikiran saja, melainkan sudah tampak di sekolah-sekolah negeri dalam tindakan nyata. Tindakan nyata yang paling sederhana adalah, adanya siswa di sekolah yang tidak mau hormat kepada bendera merah putih ketika upacara. Memang ini adalah tindakan yang sepertinya ‘sepele’, tetapi di balik itu sebenarnya ada ranah ideologi yang jauh lebih dalam. Yang awalnya ‘hanya’ tidak mau hormat kepada bendera merah putih, bisa jadi pada akhirnya yang bersangkutan menjadi pelaku bom bunuh diri yang melakukan tindak pidana dengan dalih berjihad.

Jika hal ini (infiltrasi pemikiran Islam yang radikal ke sekolah dan anti-NKRI) dibiarkan, sangat mungkin akan sangat banyak masyarakat dan para intelektual yang akan menentang kemudian menantang Pancasila. Betapa besar dampak negatif yang bisa ditimbulkannya. Jika pun tidak bisa dicegah oleh sekolah, karena memiliki keterbatasan aturan, setidaknya harus ada upaya nyata untuk menandingi penanaman pemikiran ‘radikal’ tersebut.

Setiap sekolah, khususnya yang negeri harus memfasilitasi dan mengarahkan siswanya yang berkegiatan dalam bidang keislaman juga memiliki nasionalisme seperti siswa yang mengikuti kegiatan Pramuka dan Paskibra. Sekolah negeri lebih diutamakan karena menjadi sasaran empuk infiltrasi pemikiran Islam radikal dan keras. Mengingat hal ini, semua pihak harus memikirkan cara menanamkan paham Islam yang ‘Sejuk dan Lembut’ kepada para siswa di sekolah.

Sinergi Menjaga NKRI dan Pancasila

Pihak-pihak yang perlu memperhatikan hal tersebut di antaranya adalah sekolah, pemerintah, dan organisasi kemasayarakatan Islam. Sekolah hendaknya bisa memfasilitasi dan mengontrol ekstrakurikuler keagamaan agar tidak tersusupi paham Islam yang anti-Pancasila. Pemerintah melalui dinas pendidikan dan kantor kementerian agama juga bisa memberikan arahan bahkan membuat kebijakan agar kegiatan keagamaan sekolah di bawah naungannya bisa menjaga dan mengajarkan Islam yang sejuk dan lembut. Ormas Islam yang mengajarkan Islam yang sejuk dan lembut juga dapat berperan aktif melalui badan otonom bidang pelajarnya.

Ketiga pihak tersebut (sekolah, pemerintah, dan ormas Islam) harus bersinergi untuk mendidik, mengader, dan menanamkan paham Islam sejuk demi Islam yang rahmatallil alamain serta utuhnya NKRI dan terjaganya Pancasila. Ada dua ormas Islam di Jember yang memiliki basis masa banyak dan sampai pada akar rumput: NU dan Muhammadiyah. Tanpa maksud memandang sebelah mata ormas Islam yang lain, massa, dan warga kedua organisasi tersebut sangat banyak dan memiliki badan otonom di bidang pelajar. IPNU (Ikatan Pelajar NU) dan IPPNU (Ikatan Pelajar Putri NU) di bawah naungan PCNU Jember, dan IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) di bawah naungan PDM Jember.

NU dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi Islam besar di Indonesia yang memiliki massa besar, memiliki struktur yang merata, serta –ini yang terpenting- kedua organisasi tersebut mengusung paham Islam sekaligus nasionalisme. Bahkan NU menjadi ormas Islam pertama yang menerima Pancasila sebagai asas tunggal pada masa Orde Baru. Kedua ormas ini juga memiliki pemikiran yang sama tentang dasar negara yaitu: NKRI dan Pancasila adalah final.

IPM dan IPNU-IPPNU pasti sudah masuk ke dalam lembaga pendidikan yang di bawah naungan Ma’arif NU dan lembaga pendidikan Muhammadiyah, lalu bagaimana ‘nasib’ ekstrakurikuler dan pemikiran Islam di sekolah negeri, Khususnya di SMA dan MAN? Ini yang masih belum digarap, memang gurunya banyak yang NU dan Muhammadiyah, tetapi kegiatan keislamannya bisa disusupi kelompok Islam yang keras. IPNU-IPPNU dan IPM hendaknya (diizinkan dan didorong) untuk kembali ke sekolah-sekolah.

Masuknya IPNU-IPPNU dan IPM ke sekolah jangan dimaknai sebagi upaya pengkotak-kotakan paham beragama, tetapi harus dilihat tujuan yang lebih besar yaitu: demi utuhnya NKRI dan terjaganya Pancasila. Dengan demikian, paham Islam yang sejuk (yang diusung NU dan Muhammadiyah) bisa ditanamkan pula kepada siswa yang bersekolah di sekolah negeri. Sekali lagi hal ini penting untuk menunjukkan bahwa ada Islam yang sejuk yang menghormati perbedaan dan tetap bahkan harus punya rasa nasionalisme yang tinggi.

Selain memiliki tujuan demi bangsa dan negara untuk menjaga NKRI, keberadaan organisasi pelajar di sekolah juga dapat menjadi media komunikasi antar-sekolah. Hal ini menjadi sangat penting untuk mengurangi dampak dan kemungkinan terjadi perselisihan pelajar antar sekolah yang mengakibatkan tawuran. Jika semua sekolah ada IPNU-IPPNU dan IPM-nya, para pelajar dari sekolah yang berbeda tetap memiliki kesamaan, yaitu misalnya: sama-sama IPNU atau sama-sama IPM. Kalau memiliki persamaan, tentu mengurangi pemicu terjadinya pertengkaran dan tawuran.

Jadi, kegiatan ekstrakurikuler pelajar di sekolah sangat penting di samping kemampuan akademis yang baik. Ekstrakurikuler di sekolah bidang olahraga menjadi wadah para pelajar untuk berprestasi dalam bidang olahraga, siapa tahu kelak dapat menjadi atlet nasional bahkan internasional mengharumkan bangsa dan negara. Ekstrakurikuler Paskibra dan Pramuka, menumbuhkembangkan rasa nasionalisme pelajar, sehingga dapat turut serta dalam menjaga kedaulatan bangsa. Ekstrakurikuler bidang seni dapat menjadi ajang untuk melestarikan tradisi luhur bangsa yang bernilai tinggi, serta menyalurkan hobi dan bakat di bidang seni modern. Yang juga tak kalah penting adalah ekstrakurikuler keislaman yang sejuk dan nasionalis. Di samping demi menumbuhkembangkan jiwa yang religius juga untuk menjaga NKRI dari rong-rongan kelompok Islam yang menginginkan bentuk negara baru.

IPNU-IPPNU dan IPM masuk ke sekolah bukan semata-mata demi NU dan Muhammadiyah, tetapi demi bangsa Indonesia!

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.